Bukan tugas mudah bagi AVENGED SEVENFOLD dalam menanggung beban atas keberhasilan mereka menjadi salah satu newcomer band papan atas internasional yang sukses sekarang ini.Dan semuanya harus ditunjukkan dalam album terbaru mereka dengan catatan harus lebih berhasil daripada rilisan “City of Evils” di tahun 2005 dengan proses pembuatan album yang memiliki jadwal tur yang lebih padat untuk tampil di belahan benua termasuk manggung di Indonesia dan Thailand baru-baru ini. Jalan yang paling singkat mungkin adalah dengan membuat lagu yang terdengar lebih komersil atau lebih familiar di pasar mainstream.
Dan AVENGED SEVENFOLD sangat mengamini kondisi tersebut. Lihat saja bagaimana mereka sadar untuk tidak ingin menentang market yang telah mereka peroleh.
Itu sebabnya album ini seperti sekuel dari “City of Evil” dimana kekuatan utama AVENGED SEVENFOLD masih pada duet gitaris Synister Gates dan Zacky Vengeance serta warna vokal M. Shadows yang mendapat pengaruh utama dari Axl Roses (GUNS N’ ROSES) dan Phil Anselmo (PANTERA), apalagi di single kedua, ‘Scream’.
Meski kekuatan utama ada pada gitaris dan vokalis, namun bukan berarti saya menganggap remeh kontribusi drummer The Rev yang terkadang menjadi backing vokal.
Namun sebelum saya mendengar musik mereka dengan lebih seksama, saya justru berpendapat kalau band ini sebenarnya telah berada di ujung ambang ide dan kreativitas.
Dimulai dengan kebingungan mereka dalam memilih judul album, kemudian kover album yang sangat sederhana tinggal membalikkan warna dari kover album kedua, “Waking the Fallen” hingga tidak ditemukannya progress musik.
Okay, sebut saya terlalu naif dengan menganggap mereka telah kehabisan ide atau tumpul kreatifitas. Lantas apakah dulangan popularitas dan cahaya uang menjadi faktor utama agar mereka terpaku di album “City of Evil”?
Yah, mereka tentu saja tidak ingin mengambil resiko keluar dari jalur eksploitasi ini. Bisa-bisa malah karir mereka yang terbunuh dengan cepat nantinya.
Sebagai pembuka ada single awal ‘Critical Acclaim’ dengan menempatkan instrumen orgen sebagai intro. Lagu yang langsung menunjukkan style musik mereka untuk mengingatkanmu pada satu album sebelumnya. Hanya kali ini dengan sedikit lebih epic.
Anyway, secara keseluruhan sebenarnya saya berpendapat album ini tidak sebaik “City of Evil”. Ini telah saya sampaikan sebelumnya di awal artikel. Banyak lagu-lagu dengan bagian lebih lembut termasuk ‘Gunslinger’ yang diawali irama akustik.
Bedanya disini lebih banyak mendapat bantuan vokalis wanita yang salah satunya ada Shanna Crooks.
Satu-satunya yang membuat saya sedikit lebih lega adalah durasi lagu mereka yang kali ini terbilang normal kecuali pada ‘A Little Peace of Heaven’ yang sebenarnya justru membutuhkan banyak waktu untuk membicarakan surga dengan durasi lebih dari delapan menit sekaligus menjadi lagu dengan durasi terpanjang album ini.
Belum lagi lagu ini seperti satu karangan fiksi murid sekolah dasar untuk cerita bagaiman setiap orang saling bunuh untuk tanpa alasan apa lagi mendengarkan lagu terakhir, ‘Dear God’ yang merupakan satu balada country yang sama dengan lagu ‘Seize the Day’ malah kali ini muncul dengan versi yang lebih lembut dan lebih membosankan.
Overall, tetap saja saya berpendapat album ini adalah bukti dari tumpulnya ide mereka dalam menulis lagu termasuk lirik. Bahkan saya rasa ini adalah album mereka yang paling buruk.
Konsekuensi dari padatnya jadwal manggung yang bukan untuk wilayah Amerika saja serta tentunya tekanan dari pihak major label bagi band ini.
Tidak ada alasan bagi major label untuk tidak segera melakukan eksploitasi pada AVENGED SEVENFOLD, namun jika kalian adalah fans baru Shadows dkk dan kalian menyukai ‘City of Evils’, maka besar kemungkinan kalian juga akan suka pada album ini.
Lucu…., karena kini AVENGED SEVENFOLD malah menjadi band yang terdengar seperti kemetal-metalan.
0 komentar:
Posting Komentar